Makna Kilometer Terakhir – Seringai

           

Merasa asing dengan band asal Indonesia bernama Seringai? Seringai adalah band asal Jakarta yang terbentuk sejak tahun 2002 dan telah mengeluarkan beberapa album diantaranya Serigala Militia dan Generasi Menolak Tua. Selain itu Seringai juga memiliki EP dengan judul Tragedi Sang Lelaki dan High Octane Rock. Bahkan Seringai pernah menjadi band pembuka pada konser musik band Metallica. Nah, kali ini saya akan membahas makna yang terdapat dalam salah satu lagu milik Seringai, yaitu Kilometer Terakhir. Setelah mendengarkan berulang-ulang dengan telinga dan juga diresapi dengan hati, berikut makna lagu yang saya dapatkan dari lagu tersebut.

Melompat ke sadel dan kuhantam sang selah
Melawan arah, ku tantang maut, indah
Terasa lepas. Melesat di jalan. Kilometer terakhir

            Berdasarkan ketiga baris lirik diatas, saya dapat membayangkan seseorang memacu motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi, melawan arah, melesat di jalan. Lawless. Tanpa aturan. Seseorang yang saya sebut sebagai “Dia” melawan seluruh aturan yang ada, tidak menghiraukannya dan merasa bebas dengan keputusannya. Tidak ada yang dapat menghentikannya menantang maut. Melawan aturan sama dengan menantang maut bukan? Terlebih lagi di jalan. Merasa nikmat melakukan sesuatu yang salah, dan merasa bersalah melakukan sesuatu yang benar. Terkadang memang aturan dibuat untuk dilanggar bukan?

Ya, ku hampir tiba, kilometer terakhir
Kubakar bensin, mesin ini meradang

            Hampir tiba, kilometer terakhir. Dia yang memacu motornya di jalan kilometer terakhir, hampir tiba. Hampir tiba di mana? Kematian. Ya, menurut saya melawan aturan bahkan menentangnya sama dengan kematian. Dia hampir sampai, menuju kematiannya. Melaju menuju akhir kehidupannya. Merasa bebas? Mungkin dengan itu dia bebas dari kehidupannya. Merasa senang? Mungkin karena akhirnya dia bisa terbebas dari kehidupannya dan berani menantang hal yang paling ditakuti banyak orang, yaitu maut. Dia bakar bensin dan motornya meradang. Melaju semakin cepat menuju kilometer terakhir. Akhir kehidupannya.

Pacu motor, ku tuju matahari
Terasa lepas. Melesat di jalan, kilometer terakhir
Ya, ku hampir tiba. Kilometer terakhir

            Dia terus memacu motornya. Kata “ku” menunjukkan kesendiriannya dalam menempuh perjalanan menuju kematian di kilometer terakhir. Terasa bebas dan lepas. Bangga pada keberaniannya menantang maut. Dia yang melesat menuju matahari. Matahari? Ya, menuju matahari. Karena ini adalah saat terakhir baginya untuk dapat menjadi orang pertama yang melihat matahari, satu-satunya cahaya yang tak akan pernah redup. Cahaya yang tidak akan mengkhianatinya di tengah kegelapan malam menuju esok. Bahkan dalam kematian sekalipun. Inilah kesempatan terakhirnya melihat cahaya kehidupan itu, matahari.

Tancap!
Melesat di jalan, yak ku hampir tiba
Angin menerpaku, serigala lepas

            Terus melaju. Melesat di jalan dan dia hampir tiba. Angin yang menerpanya bagaikan serigala lepas, ganas dan mencabik tubuhnya yang sedang dalam perjalanan menantang aturan juga kematian. Terus menancap gas di motornya. Ya, dia hampir tiba, di kilometer terakhir.

Roda berputar, kilometer terakhir
Hampir esok, seperti kemarin
Kilometer terakhir

            Roda terus berputar di kilometer terakhir. Tidak berhenti dan tidak ada niat sedikitpun untuk lari dari maut yang menunggunya di kilometer terakhir. Hampir esok seperti kemarin. Terus mengulang-ngulang hari yang sama setiap harinya, seperti kemarin dan hampir esok. Hal ini menujukkan bahwa tidak ada niat barang sedikitpun baginya untuk bertemu dengan hari esok yang sama saja seperti hari-hari sebelumnya yang telah dia jalani. Di kilometer terakhir ini, dia tidak akan pernah menemui matahari dan hari esok. Kilometer terakhir. Bagi seseorang yang mencintai kehidupannya melaju dengan motor di jalan, bukankah satu-satunya hal terbaik dan paling hebat adalah berakhir di jalan itu sendiri. Inilah saat terakhirnya melaju di jalan. Kilometer terakhirnya.

            Ya. Itulah makna yang saya dapatkan dari lagu Kilometer Terakhir milik Seringai. Walaupun saya banyak menulis tentang kematian, tetapi inti dari lagu ini ialah kebebasan. Dalam hal ini, salah satu cara memperoleh kebebasan ialah dengan bertemu dengan kematian itu sendiri. Menantang maut di jalan sebagai anak jalanan sudah sepantasnya diakhiri di jalan. Di kilometer terakhir.



P.S. Tulisan ini merupakan tugas dari mata kuliah Teknik Komunikasi Ilmiah. Semua yang saya tulis merupakan interpretasi saya sendiri atas lagu Kilometer Terakhir. Bagi para pembaca diharapkan tidak menganggap apa yang saya tulis sebagai suatu ajakan ataupun bentuk negatif lainnya. Jika saya diperbolehkan berpendapat maka tetaplah taati aturan yang ada, jangan pernah menantang maut, dan merasa bangga atas hal tersebut. Kehidupan tidaklah semurah itu. Jalani dengan sepenuh hati dan lakukan hal yang benar sesuai dengan norma dan aturan yang ada.

Komentar

Postingan Populer