Makna Kilometer Terakhir – Seringai
Melompat ke sadel dan
kuhantam sang selah
Melawan arah, ku tantang
maut, indah
Terasa lepas. Melesat di
jalan. Kilometer terakhir
Berdasarkan ketiga baris lirik diatas, saya dapat
membayangkan seseorang memacu motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi,
melawan arah, melesat di jalan. Lawless. Tanpa aturan. Seseorang yang saya
sebut sebagai “Dia” melawan seluruh aturan yang ada, tidak menghiraukannya dan merasa
bebas dengan keputusannya. Tidak ada yang dapat menghentikannya menantang maut.
Melawan aturan sama dengan menantang maut bukan? Terlebih lagi di jalan. Merasa
nikmat melakukan sesuatu yang salah, dan merasa bersalah melakukan sesuatu yang
benar. Terkadang memang aturan dibuat untuk dilanggar bukan?
Ya, ku hampir tiba,
kilometer terakhir
Kubakar bensin, mesin ini
meradang
Hampir tiba, kilometer terakhir. Dia yang memacu motornya
di jalan kilometer terakhir, hampir tiba. Hampir tiba di mana? Kematian. Ya,
menurut saya melawan aturan bahkan menentangnya sama dengan kematian. Dia
hampir sampai, menuju kematiannya. Melaju menuju akhir kehidupannya. Merasa
bebas? Mungkin dengan itu dia bebas dari kehidupannya. Merasa senang? Mungkin
karena akhirnya dia bisa terbebas dari kehidupannya dan berani menantang hal yang
paling ditakuti banyak orang, yaitu maut. Dia bakar bensin dan motornya meradang.
Melaju semakin cepat menuju kilometer terakhir. Akhir kehidupannya.
Pacu motor, ku tuju
matahari
Terasa lepas. Melesat di
jalan, kilometer terakhir
Ya, ku hampir tiba. Kilometer
terakhir
Dia terus memacu motornya. Kata “ku” menunjukkan
kesendiriannya dalam menempuh perjalanan menuju kematian di kilometer terakhir.
Terasa bebas dan lepas. Bangga pada keberaniannya menantang maut. Dia yang
melesat menuju matahari. Matahari? Ya, menuju matahari. Karena ini adalah saat
terakhir baginya untuk dapat menjadi orang pertama yang melihat matahari, satu-satunya
cahaya yang tak akan pernah redup. Cahaya yang tidak akan mengkhianatinya di
tengah kegelapan malam menuju esok. Bahkan dalam kematian sekalipun. Inilah kesempatan
terakhirnya melihat cahaya kehidupan itu, matahari.
Tancap!
Melesat di jalan, yak ku hampir
tiba
Angin menerpaku, serigala
lepas
Terus melaju. Melesat di jalan dan dia hampir tiba. Angin
yang menerpanya bagaikan serigala lepas, ganas dan mencabik tubuhnya yang sedang
dalam perjalanan menantang aturan juga kematian. Terus menancap gas di
motornya. Ya, dia hampir tiba, di kilometer terakhir.
Roda berputar, kilometer terakhir
Hampir esok, seperti
kemarin
Kilometer terakhir
Roda terus berputar di kilometer terakhir. Tidak berhenti
dan tidak ada niat sedikitpun untuk lari dari maut yang menunggunya di kilometer
terakhir. Hampir esok seperti kemarin. Terus mengulang-ngulang hari yang sama
setiap harinya, seperti kemarin dan hampir esok. Hal ini menujukkan bahwa tidak
ada niat barang sedikitpun baginya untuk bertemu dengan hari esok yang sama
saja seperti hari-hari sebelumnya yang telah dia jalani. Di kilometer terakhir
ini, dia tidak akan pernah menemui matahari dan hari esok. Kilometer terakhir.
Bagi seseorang yang mencintai kehidupannya melaju dengan motor di jalan, bukankah
satu-satunya hal terbaik dan paling hebat adalah berakhir di jalan itu sendiri.
Inilah saat terakhirnya melaju di jalan. Kilometer terakhirnya.
Ya. Itulah makna yang saya dapatkan dari lagu Kilometer
Terakhir milik Seringai. Walaupun saya banyak menulis tentang kematian, tetapi
inti dari lagu ini ialah kebebasan. Dalam hal ini, salah satu cara memperoleh
kebebasan ialah dengan bertemu dengan kematian itu sendiri. Menantang maut di
jalan sebagai anak jalanan sudah sepantasnya diakhiri di jalan. Di kilometer
terakhir.
P.S. Tulisan ini merupakan tugas dari mata kuliah Teknik Komunikasi Ilmiah. Semua yang saya tulis merupakan interpretasi saya sendiri atas lagu Kilometer Terakhir. Bagi para pembaca diharapkan tidak menganggap apa yang saya tulis sebagai suatu ajakan ataupun bentuk negatif lainnya. Jika saya diperbolehkan berpendapat maka tetaplah taati aturan yang ada, jangan pernah menantang maut, dan merasa bangga atas hal tersebut. Kehidupan tidaklah semurah itu. Jalani dengan sepenuh hati dan lakukan hal yang benar sesuai dengan norma dan aturan yang ada.
Komentar
Posting Komentar